Dikejar2 SPP

“Hah…”. Aku menghela nafas panjang dan langsung menghembuskannya sesaat kemudian. Duduk didepan serambi kost, sambil menikmati angin sore yang terasa begitu hangat. Pandanganku kosong menatap langit yang tak cerah pun tak mendung, diiringi barisan awan yang menderap datang dan pergi dari matahari senja.

Namaku adalah jodi, mahasiswa Tekhnik Informatika semester 6. Selepas SMA aku hijrah dari Yogyakarta ke Jakarta untuk melanjutkan kuliah, meninggalkan orang tua dan ketiga adikku yang manis.

“Kenapa harus ke Jakarta ndok, kamu khan bisa kuliah disini. Banyak perguruan tinggi yang bagus disini, kenapa harus mencari jauh-jauh ke Jakarta?” Tanya ibu dengan pilihanku untuk melanjutkan kuliah dijakarta.

Di Yogyakarta memang banyak perguruan tinggi yang bertebaran, baik yang swasta maupun yang berstatus negeri. Ada UGM, UNY, dll. Yogyakarta sendiri lebih banyak dikenal orang sebagai kota pelajar.

“Jodi ingin kuliah dijurusan komputer Bu”.

“Masmu Joko juga kuliah jurusan komputer diUGM, kenapa kamu harus jauh-jauh kejakarta?

“Jodi ingin lebih mandiri Bu. Di Jakarta Jodi juga ingin mencari pengalaman tinggal di ibukota.” Akupun beralasan menguatkan pilihanku. Berbagai macam pertanyaan dilontarkan ibu karena kekhawatirannya padaku. Karena melihat tekadku yang sudah bulat, akhirnya orangtuaku memberikan restunya walaupun terasa berat karena ditinggal merantau pergi oleh anak sulung mereka.

Aku merasa cocok kuliah dan tinggal di Jakarta. Udara dijakarta sama panasnya dengan kondisi udara di yogya. Kuliahkupun berjalan lancar. Aku dapat bersaing dengan mahasiswa lain yang berasal dari ibukota sekalipun.

Sampai akhirnya setahun lalu, Bapak mengalami kebangkrutan. Usahanya ditipu orang. Kuliahku terancam putus karena terbentur biaya yang sudah tidak disanggupi lagi oleh Bapak. Saat itu aku masih semester 3.

“Bapak minta maaf, bapak sudah tidak dapat membiayai kuliah kamu lagi. Penghasilan bapak dari usaha toko yang sekarang masih tersisa hanya cukup untuk membiayai kehidupan keluarga kita sehari-hari dan untuk membiayai sekolah adik2mu.”

Aku sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa bapak yang akhirnya berdampak pada kuliahku. Dengan kondisi yang ada, aku bertekad untuk tetap melanjutkan kuliah. Untuk membiayai kuliah dan kehidupanku diJakarta aku terpaksa hidup prihatin. Mengencangkan ikat pinggang dengan sekencang-kencangnya. Aku mencoba bekerja serabutan yang disesuaikan dengan jadwal kuliah, agar kuliahku tidak terganggu. Pada saat di yogya, aku terbiasa membantu Bapak berjualan ditoko selepas pulang sekolah sampai menjelang maghrib. Setidaknya pengalaman itu dapat aku jadikan modal dalam mencari rezeki di Jakarta selepas kebangkrutan usaha Bapak. Beruntunglah Selain itu aku juga mendapatkan tawaran dari teman untuk mengajar privat 2 anak SMA untuk pelajaran matematika dengan bayaran Rp 50.000 selama 1,5 jam sekali datang.

Penghasilanku dari bekerja serabutan dan mengajar hanya cukup untuk membiayai kehidupanku dikostan, membeli perlengkapan kuliah dan sewa kost perbulan. Belum termasuk untuk membayar SPP. Untuk melanjutkan kuliah semester 4, aku harus mengusahakan biayanya sendiri. Aku tidak memiliki tabungan sedikitpun. Terpaksa aku harus menunggaknya kali ini. Walau begitu aku masih tetap bisa mengikuti perkuliahan dengan terlebih dulu mengurus surat penundaan biaya kuliah.

Akhirnya aku dapat memembayar tunggakan SPP semester 4 menjelang memasuki semester 5. Itupun dengan meminjam uang pada yudi, salah seorang teman satu kostan.

“Aku pinjam dulu yud, InsyaAllah aku akan membayarnya dengan cara mencicil”.

“Ya udah, pake aja dulu. Otak lo khan encer. Sayang banget klo lo harus cuti gara-gara belum bayar SPP. Ntar siapa dong yang bisa gue tanyain masalah peer ?”

“Makasih banget yud…”

Untuk biaya SPP semester 5 aku kembali harus menunggaknya. Sebelumnya aku tak pernah terpikir untuk mengurus beasiswa. Dengan nilai IPK 3.3, sebenarnya sedari dulu aku bisa mendapatkan beasiswa. Pada saat itu aku berpikir beasiswa itu hanya untuk mahasiswa yang kurang mampu. Tapi keadaankku beda antara dulu dengan sekarang. Sekarang aku sangat membutuhkannya sekedar untuk membayar SPP agar kuliahku dapat berlanjut. Alhamdulillah beasiswa itu keluar pada semester 5. Beasiswa itu aku gunakan untuk membayar SPP semester 5 yang menunggak.

Semester 5 sudah berlalu, dan kini sudah memasuki semester 6. Aku tidak dapat menunggak untuk kesekian kalinya pada semester 6 ini. Ditambah lagi aku sama sekali belum membayar hutangku pada yudi. Aku bingung. Tak pernah aku alami masalah serumit ini.

“Allahu Akbar, Allahu Akbar”. Suara Adzan memecahkan lamunanku. Tak terasa waktu telah beranjak maghrib. Bergegas aq mengambil air wudhu, dan segera pergi kemusholla yang letaknya tak jauh dari kosan.

Cobaan ini terasa begitu berat yang membuatku menjadi seseorang yang rapuh dan cengeng. “Allah tidak akan memberikan cobaan melebihi dari apa yang dapat diterima oleh hambanya”. Kalimat itulah yang menjadi satu-satunya penguat untukku. Dibalik ujian yang Allah berikan ini untukku pasti akan ada jalan keluarnya. Aku mencoba untuk sabar dan mengikhlaskan. Aku memutuskan untuk iktikaf dimusholla ini sampai shalat isya kuselesaikan.

Selesai shalat isya aku kembali kekostan. Ditengah jalan aku melihat seorang perampok yang sedang mengancam seorang bapak dengan senjata api. “ Jangan teriak, atau nyawa lo yang akan jadi taruhannya. Cepat keluarkan tas koper yang lo bawa dan serahkan ke gue!”. paksa perampok dengan mengarahkan senjata tepat ditengah muka seorang bapak2. Ditempat itu sebenarnya ada 3 orang yang menyaksikan, tapi mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena takut dengan ancaman senjata api si perampok.

Melihat kejadian itu aq mengendap keluar dari barisan para penonton lain untuk menuju kearah belakang si perampok. Gelapnya malam menolongku dari penglihatan si perampok. Kuambil sebongkah kayu yang tergeletak. Sambil mengendap perlahan, menyusup dikegelapan malam mendekati si perampok dari arah belakang.

BUK!!! Hantaman keras dari belakang kuarahkan ketangan perampok itu. Senjata apipun terlepas dari tangannya. Perampok itu langsung berbalik kerahku dan Buk!!! Hantaman kedua kalinya kuarahkan tepat dikepalanya. Seketika badannya tersungur ketanah, tak berdaya. Senjata api yang lepas dari tangannya, lantas kutendang jauh-jauh, agar tak dapat diraih kembali oleh perampok itu. Melihat keadaan sudah terkendali, orang-orang setelah itu pada berteriak “ADA PERAMPOOOOOK!” dan serombongan orang2 orang lansung berondong mehantami perampok itu dengan berbagai begoman tajam. Karena kaget dengan kejadian yang menimpanya, bapak yang menjadi korban perampokan akhirnya pingsan.

***

“Dimana saya?” bapak itu siuman kemudian menanyakan keberadaannya.

“tenang saja, bapak aman disini. Ini tempat tinggal saya, bapak bisa istirahat disini setelah kejadian perampokan yang menimpa bapak tadi” jawabku menenangkan bapak itu yang kelihatannya masih trauma dengan kejadian perampokan yang barusan saja menimpanya.

“Kamu khan yang menolong saya tadi, terima kasih nak” santun bapak itu mengucapkan.

“Itu sudah kewajiban saya pak, lain kali kalau bepergian bapak harus lebih hati-hati, karena didaerah sini memang rawan perampok” Aku mencoba untuk mengingatkan.

“Perampok itu menyalip mobil saya dengan motornya, kemudian memaksa saya untuk keluar dari mobil dengan menggedor-gedor kaca jendela mobil saya. Sepertinya dia hanya mengincar tas koper yang saya bawa ini. Dengan menunjukkan tas koper berwarna merah maroon kecoklatan miliknya.

“Tampaknya meraka sudah tau kalau tas koper yang saya bawa ini berisi surat-surat berharga untuk kepentingan perkara hukum yang sedang saya tangani”. Bapak itu menjelaskan kronologis kejadian.

“Siapa namamu nak?” Tanya bapak itu padaku.

“Jodi pak” Jawabku singkat.

“Kamu anak baik dan pemberani. Mungkin jika tidak ada kamu, entah apa jadinya nasib bapak. Tas ini hilang atau bahkan nyawa bapak yang sudah melayang ditembak perampok itu.”

Setelah menjelaskan kronologis kejadian, bapak itu mengambil tas koper yang menjadi inceran perampok dan membukanya. Terlihat beberapa lembar surat dan satu buah amplop berwarna coklat diatasnya. Bapak itupun mengambil amplop itu dan langsung memberikannya padaku“. Ini tanda terimakasih dari bapak. Jumlahnya mungkin tidak seberapa, jika dibandingkan keberanianmu tadi menolong bapak. Terimalah nak.”

Bapak itu memberikan amplop itu dengan sedikit memaksa. Sudah berkali-kali kutolak, namun berkali-kali pula bapak itu menyodorkan amplop coklat itu kearahku.

“Terima kasih pak. Sekali lagi Saya hanya menjalankan kewajiban. Semoga keselamatan dan keberuntungan selalu menyertai hari2 Bapak setelah ini”.

“Ini kartu nama saya, disitu tertera nama dan alamat perusahaan tempat saya bekerja. Atas rekomendasi dari saya pasti ada beberapa posisi kosong disana yang dapat ditempati untuk pemuda pemberani dan baik seperti kamu”.

Hose Purnomo dan rekan. Hose Purnomo, SH, MH. Tertulis pada kartu nama yang dia berikan.

Tak berapa lama kemudian seseorang datang menjemputnya, Bapak itupun beranjak meninggalkan tempat kostanku dengan meninggalkan kisah tersendiri yang masih tersimpan dibenaknya.

Apa isi amplop coklat ini??? Berdegup kencang jantungku ketika membukanya. Tak kusangka isinya berupa lembaran uang dengan total Rp 3.000.000. Cukup untuk membayar SPPku yang menunggak 2 semester. Sekejap masalah rumit itupun hilang sudah. Berubah menjadi ketakjuban atas kekuasaan Tuhanku

Kini Allah telah membuktikan janjiNya. Allahu Akbar, Alhamdulillah, Terimakasih YA ROBBI…

/* very2 sory strowberry, cerpen perdana hasil penulis amatiran neh :D*/

Leave a comment